PUBLIK TERHARU: MOMEN HANGAT PRABOWO, GIBRAN, DAN MEGAWATI DI SATU PANGGUNG DI HARI LAHIR PANCASILA.

Potret Persatuan Bangsa: Prabowo, Gibran, dan Megawati dalam Satu Barisan

PUBLIK TERHARU: MOMEN HANGAT PRABOWO, GIBRAN, DAN MEGAWATI DI SATU PANGGUNG DI HARI LAHIR PANCASILA.
PUBLIK TERHARU: MOMEN HANGAT PRABOWO, GIBRAN, DAN MEGAWATI DI SATU PANGGUNG DI HARI LAHIR PANCASILA.

Pagi itu, langit Jakarta cerah seolah memberi restu bagi sebuah momen langka dan sarat makna yang berlangsung di Halaman Gedung Pancasila, Senin 2 Juni 2025. Presiden Prabowo Subianto memimpin langsung upacara peringatan Hari Lahir Pancasila, sebuah momen penting dalam sejarah dan ideologi bangsa Indonesia. Namun yang membuat upacara ini terasa sangat istimewa bukan hanya karena kehadiran Presiden yang baru menjabat ini, melainkan karena dua tokoh penting bangsa—Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri—tampak hadir secara langsung dan bersama-sama dalam satu panggung kenegaraan.

Gibran, mengenakan setelan jas gelap dengan penampilan tenang dan berwibawa, duduk berdampingan dengan Megawati yang tampil anggun dalam seragam putih khas Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. Sorotan kamera dan mata para undangan seolah tertuju pada pemandangan ini: sosok muda pemimpin masa depan bersama tokoh senior dan simbol politik masa lalu, bersatu dalam satu forum, menyimak, menghormati, dan ikut memperingati kelahiran dasar negara yang mereka semua perjuangkan dan warisi.

Upacara dimulai sekitar pukul 09.20 WIB, ketika Presiden Prabowo tiba dan langsung disambut dengan penghormatan militer yang khidmat. Bertindak sebagai komandan upacara adalah Kolonel Marinir Achmad Hadi Al-Hasny, seorang perwira tinggi yang kini menjabat sebagai Komandan Pangkalan TNI AL Mataram. Dentuman genderang dan komando militer mengiringi jalannya upacara, mempertegas atmosfer kebangsaan yang menyelimuti pagi itu.

Sejumlah tokoh penting negara hadir, mencerminkan soliditas antar-lembaga negara dalam merawat Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa. Hadir pula tokoh-tokoh seperti Menko Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti, Menko PMK Pratikno, Menko Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra, Ketua MPR Ahmad Muzani, Ketua DPD Sultan Najamudin, Ketua MK Suhartoyo, Ketua DEN Luhut Binsar Panjaitan, Ketua KPK Setyo Budiyanto, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dan Panglima TNI Jenderal Agus Subianto. Barisan kekuatan sipil, yudikatif, militer, dan lembaga antikorupsi semuanya hadir dalam satu barisan, menegaskan bahwa Pancasila bukan hanya simbol, tapi komitmen bersama.

Yang membuat suasana makin istimewa adalah keputusan BPIP yang mengubah jadwal peringatan Hari Lahir Pancasila dari tanggal 1 Juni menjadi 2 Juni, sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran Kepala BPIP Nomor 5 Tahun 2025. Dalam surat itu juga disebutkan bahwa penurunan bendera Merah Putih oleh Paskibraka akan dilakukan pada pukul 16.00 WIB tanpa dihadiri peserta dan tamu undangan, demi efisiensi dan penyesuaian logistik. Kendati tanggal berubah, makna dan kekhidmatannya tidak berkurang. Bahkan, kehadiran para tokoh besar hari ini seakan menjadi legitimasi bahwa nilai-nilai Pancasila terus hidup dan mampu menyatukan mereka yang pernah berbeda secara ideologis dan politis.

Nuansa kebahagiaan terasa begitu kuat pagi itu. Tidak ada pidato keras, tidak ada friksi politik, tidak ada narasi saling serang. Yang ada adalah harmoni: lagu Indonesia Raya berkumandang, sang Merah Putih perlahan naik ke langit, dan semua hadirin berdiri tegak penuh hormat. Bahkan ketika kamera menyorot wajah Megawati, yang biasanya penuh wibawa dan serius, tampak senyum kecil mengembang. Sementara Gibran, dengan wajah tenang dan tatapan tajam, seakan memancarkan keyakinan bahwa generasinya siap melanjutkan warisan kebangsaan yang dititipkan oleh para pendiri bangsa, termasuk oleh ayahnya, Presiden ke-7 Joko Widodo, dan oleh Megawati sendiri sebagai simbol penting era reformasi.

Namun, banyak yang bertanya-tanya: ada apa gerangan hingga Megawati mau hadir dalam satu panggung bersama Gibran, yang selama Pilpres 2024 merupakan simbol dari poros politik yang bukan berasal dari keluarga besar PDIP? Bukankah sebelumnya hubungan antara Megawati dan kubu Jokowi, serta secara tak langsung Gibran, sempat terasa dingin, bahkan membeku?

Inilah yang membuat upacara Hari Lahir Pancasila tahun ini bukan sekadar seremoni, melainkan simbol rekonsiliasi senyap yang sedang terjadi di balik layar panggung politik nasional. Bisa jadi, ini adalah isyarat bahwa Megawati mulai melunak terhadap realitas politik baru yang kini tengah terbentuk—bahwa Prabowo adalah presiden sah hasil demokrasi, dan bahwa Gibran, suka atau tidak suka, adalah Wakil Presiden terpilih yang punya legitimasi konstitusional. Lebih jauh, ini bisa dimaknai bahwa Pancasila tetap menjadi jembatan di tengah dinamika dan polarisasi politik bangsa.

Megawati, yang sepanjang hidup politiknya begitu keras menjaga ideologi dan kehormatan Pancasila, tampaknya memilih hadir sebagai bentuk tanggung jawab moral dan ideologis. Dia tidak ingin Pancasila menjadi milik satu kelompok saja. Kehadirannya hari ini seperti ingin mengatakan bahwa ia tetap bagian dari perjuangan ideologi bangsa ini, walau arah angin politik tidak lagi sejalan dengan langkah partainya. Di sisi lain, kehadiran Gibran yang begitu tenang dan menghormati Megawati, memberi sinyal bahwa generasi muda bisa tampil tanpa menghapus jejak sejarah, tapi justru membawanya ke depan dengan cara yang baru.

Prabowo sendiri terlihat sangat menghormati kehadiran para tokoh tersebut. Meski ia adalah sosok yang pernah berseberangan secara tajam dengan Megawati dalam banyak kontestasi politik di masa lalu, hari ini ia berdiri sebagai simbol pemersatu, Presiden Republik Indonesia yang menerima semua kekuatan bangsa untuk maju bersama. Prabowo memberi gestur yang dalam kepada Megawati dan Gibran. Sesekali tampak komunikasi mata, isyarat kecil, dan senyum tulus tersampaikan. Sebuah adegan yang mungkin tak pernah terbayangkan bisa terjadi satu dekade lalu, kini menjadi kenyataan di era baru Indonesia.

Upacara ini bukan hanya mengandung nilai simbolik, tapi juga strategis. Dalam konteks politik praktis, momen ini bisa menjadi landasan untuk mencairkan ketegangan antar kelompok elite. Prabowo tampaknya sedang mengirimkan pesan kuat kepada publik bahwa pemerintahannya terbuka, inklusif, dan tidak alergi terhadap perbedaan masa lalu. Dia ingin menunjukkan bahwa Pancasila bukan slogan kosong, tapi landasan kerja nyata, bahkan dalam hal membangun harmoni elite.

Gibran, sebagai wakil presiden muda, juga mulai memperlihatkan kematangannya dalam memerankan posisi simbolik ini. Ia tidak terjebak dalam dinamika emosional politik yang mewarnai Pilpres lalu, tapi tampil dengan sikap dewasa dan penuh penghormatan. Ia tahu kapan harus bicara, kapan harus diam, dan kapan harus memberi ruang kepada senior-seniornya.

Sementara itu, publik menyambut hangat momen ini. Di media sosial, foto kebersamaan Prabowo, Gibran, dan Megawati beredar luas dan mengundang banyak komentar positif. Netizen menyebut momen ini sebagai "foto langka" dan "potret persatuan". Sebagian bahkan menyebut ini sebagai "jembatan sejarah yang dibangun kembali" setelah bertahun-tahun diwarnai ketegangan politik yang memecah masyarakat.

Hari Lahir Pancasila 2025 telah menjadi bukan sekadar peringatan, melainkan tonggak. Sebuah batu pijakan bahwa bangsa ini bisa bersatu kembali dalam nilai-nilai dasarnya. Bahwa di tengah segala perbedaan, Pancasila tetap menjadi rumah bersama. Dan bahwa para pemimpin bangsa—baik yang tua maupun muda—masih bisa duduk bersama, berdiri sejajar, dan menatap ke depan demi Indonesia yang lebih baik.

Pemandangan indah ini semoga bukan momen sesaat. Tapi menjadi awal dari langkah panjang menuju kedewasaan politik nasional. Sebab, jika para pemimpin bisa bersatu dalam semangat Pancasila, maka rakyat pun akan belajar untuk tidak mudah diadu domba. Dari halaman Gedung Pancasila pagi itu, Indonesia seperti lahir kembali—bukan karena seremoninya, tapi karena harapan yang terasa nyata.

 

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow